Selamat Datang


 Blog
Main » 2009 » February » 3 » Kitalah Yang Menciptakan masalah…
Kitalah Yang Menciptakan masalah…
4:15 PM
Masalah rumah tangga memang tak pernah habis dikupas, baik di media cetak, radio, layar kaca, maupun di ruang-ruang konsultasi. “Dan soal pelecehan seksual, selingkuh, istri dimadu, sampai suami yang tidak memenuhi kebutuhan biologis istri,” ujar seorang konsultan spiritual di Jakarta.
Kebetulan, teman dekatnya punya masalah. Cenitanya, seiring dengan pertambahan usia, plus karier istri yang menanjak, kehidupan perkawinannya malah mengarah adem. Seperti ada sesuatu yang tersembunyi. Keakraban dan keceriaan yang dulu dipunyai keluarga ini hilang sudah. Si istri seolah disibukkan urusan kantor.
“Apa yang harus aku lakukan,” ungkap pria ini. Konsultan spiritual itu menyarankan agar dia berpuasa tiga hari, dan tiap malam wajib salat tahajud plus salat syukur. “Coba lebih mendekat pada Tuhan, insya Allah masalahnya terang. Setelah itu, kamu ajak omong istrimu di rumah,” Ia menyarankan.
Oke. Sebuah saran yang mudah dipenuhi. Tiga hari kemudian, dia mengontak istrinya. “Bagaimana kalau malam ini kita makan di restoran,” katanya. lstrinya tak keberatan. Makanan istimewa pun dipesan, sebagai penebus kehambaran rumah tangganya.
Benar saja. Di restoran itu, istrinya mengaku terus terang telah menduakan cintanya. Ia punya teman laki-laki untuk mencurahkan isi hati Suaminya kaget. Mukanya seakan ditampar. Makanan lezat di depannya tak disentuh. Mulutnya seakan terkunci, tapi hatinya bergemuruh tak sudi menerima “pengakuan dosa” itu.
Pantas saja dia selalu beralasan capek, malas, atau tak bergairah jika disentuh. Pantas saja, suatu malam, istrinya pura-pura tidur sembari mendekap handphone, padahal alat itu masih menampakkan sinyal --pertanda baru saja dipakai berhubungan dengan seseorang. Itu pula, antara lain, yang melahirkan kebohongan demi kebohongan.
Tanpa diduga, keterusterangan itu telah mencabik-cabik hati pria in Keterusterangan itu justru membuahkan sakit hati yang dalam. Atau, bahkan, lebih pahit dan itu. Hati pria ini seakan menuntut:
“Kalau saja aku tak menuruti nasihatmu, tentu masalahnya tak sepahit ini.”
Si konsultan yang dituding “ikut menjebloskan dalam duka” meng-kick balik “Bukankah sudah saya sarankan agan mengajak istrimu ngomong di rumah, bukan di restoran?” Buat orang awam, restoran dan rumah sekadan tempat. Tidak lebih. Tapi, di mata si pananonmal, tempat membawa “takdir” tersendini.
Dan, itulah yang terjadi. Keterustenangan itu tak bisa dihapus. Ia telah mencatatkan sejarah tersendini. Maka, jalan terbaik menyikapinya adalah, seperti dikatakan orang bijak, “Jangan membiasakan diri melihat kebenaran dan satu sisi saja.”
Kayu telah menjadi arang. Kita tak boleh melarikan diri dan kenyataan, sekalipun pahit. Kepalsuan dan kebohongan tadi, bisa jadi, merupakan bagian dan perilaku kita jua. “Kita selalu lupa bahwa kita bertanggung jawab penuh atas din kita sendiri. Kita yang menciptakan masalah, kita pula yang harus menyelesaikannya,” kata orang bijak.
Pahit-getir, manis-asam, asin-hambar, itu sebuah risiko. Memang, kiat hidup itu tak lain adalah piawai dan bijak dalam memprionitaskan pilihan!
Views: 532 | Added by: admin | Rating: 0.0/0 |
Total comments: 0
Name *:
Email *:
Code *:
Thursday
2024-03-28
7:45 PM
Calendar
«  February 2009  »
SuMoTuWeThFrSa
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
Halaman Login
Welcome Guest!
Halaman Chat
Polling
Bagaimana Website Saya?
Total of answers: 4
Mysite

Copyright MyCorp © 2024
Free web hostinguCoz